Selasa, 19 November 2013

Kerajaan Indonesia Bercorak Hindu Budha


Kerajaan Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha beserta peninggalannya cukup banyak ditemui di Nusantara ini, berikut beberapa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan peninggalannya :

Situs Sriwijaya
1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai disebut juga Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di daerah Kutai Kalimantan Timur. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Dalam prasasti Yupa disebutkan bahwa Kudunggalah pendiri kerajaan ini sehingga ia disebut wamsakarta.

Setelah Kudungga, Kerajaan Kutai dipimpin oleh Aswawarman dan diteruskan oleh Mulawarman. Pada zaman Mulawarman inilah Kerjaan Kutai mengalami puncak kejayaan. Ia termasyhur pernah menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana. Untuk memperingati hal itu, para Brahmana mencatatnya dalam prasasti Yupa.

Pada abad ke-16, kerajaan Hindu tertua di Nusantara ini takluk dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Dalam peperangan tersebut, Raja Kutai Martadipura terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan bercorak Hindu yang terletak di Jawa Barat. Kerajaan ini diperkirakan berkembang antara 400-600 M. Salah seorang rajanya yang terkenalnya bernama Purnawarman. Pengaruh India melalui penggunaan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa dalam kehidupan kerajaan ini sangat kuat, khususnya dalam kehidupan keraton.

Terdapat tujuh prasasti yang dapat menjadi sumber informasi kehidupan pada zaman Kerajaan Tarumanegara sebagai berikut.

a. Prasasti Ciaruteun di Bogor.
b. Prasasti Kebon Kopi di Bogor.
c. Prasasti Jambu di Bogor.
d. Prasasti Muara Cianten di Bogor.
e. Prasasti Tugu di Bekasi.
f. Prasasti pasir Awi di Leuwiliang.
g. Prasasti Munjul di Banten.

Pada masa kekuasaan Raja Purnawarman, kerajaan ini sering mendapat kunjungan dari penjelajah asing. Salah seorang di antaranya adalah Fa Hsien yang datang ke kerajaan ini pada abad ke-5 M. Berita dari Cina pada masa pemerintahan Dinasti Tang dan Sung menyebutkan sebuah kerajaan bernama To-lo-mo, sering mengirimkan utusannya ke Cina untuk menghadap kaisar. Kemungkinan besar kerajaan tersebut adalah Kerajaan Taruma karena berdasarkan ejaan Cina, To-lo-mo berarti Taruma.

3. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang besar dan makmur karena letaknya yang strategis berada di jalur pelayaran dan perdagangan internasional sehingga semua kapal dagang yang mengadakan pelayaran dari Cina ke India atau sebaliknya singgah di bandar-bandar Sriwijaya. Melalui penguasaan jalur perdagangan dan pelayaran internasional serta peran aktifnya dalam perdagangan internasional, maka Kerajaan Sriwijaya memperoleh kejayaan di kawasan Asia Tenggara

Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar abad ke-7 M menempati wilayah Sumatra dan semenanjung Malaysia. Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada abad ke-8 M dan ke-9M, pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa dari Dinasti Syailendra.

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu mengurus perdagangan dan penaklukan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9.

Pada masa yang sama, agama Islam memasuki Sumatra termasuk Aceh yang telah disebarkan melalui perhubungan dengan pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara, memeluk agama Islam dan berhijrah ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kesultanan Melaka.

Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di pelosok kepulauan Melayu, dan Palembang menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pada tahun 1017, 1025, dan 1068, Sriwijaya telah diserbu Raja Chola dari kerajaan Colamandala (India) yang mengakibatkan hancurnya jalur perdagangan. Pada serangan kedua tahun 1025, Raja Sri Sanggramawidjaja Tungadewa ditawan. Pada masa itu juga, Sriwijaya telah kehilangan monopoli atas lalu lintas perdagangan Tiongkok-India. Akibatnya, kemegahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singosari yang berada di bawah naungan Sriwijaya melepaskan diri.

Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berlangsung hingga dua abad sebelum akhirnya melemah dan takluk di bawah Majapahit

4. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang ada di Jawa Tengah. Kerajaan ini berkembang kira-kira pada abad ke 8 sampai abad ke-11M. Hal ini bersumber dari prasasti Canggal yang berangka tahun 732M. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini merupakan bagian dari bangunan lingga yang merupakan tempat pemujaan umat Hindu.

Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya. Raja-raja dari Dinasti Syailendra adalah Bhanu, Wisnu, Indra, Samaratungga, dan Balaputradewa. Raja terakhir Syailendra, Balaputradewa akhirnya melarikan ke Sriwijaya akibat kalah dalam perang melawan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya. Raja-Raja dari Dinasti Sanjaya antara lain Sanjaya, Rakai Panangkaran, Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Kayuwangi, Watuhumalang, Dyah Balitung, Sri Maharaja Daksa, Sri Maharaja Rakai Wawa, dan Empu Sindok.

Akibat terjadinya bencana alam, Empu Sindok memindahkan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dan mengganti nama kerajaan menjadi Medang Kamulan (Wangsa Isyana) dengan raja-raja yang pernah memerintah antara lain Empu Sindok, Darmawangsa, dan Airlangga.

5. Kerajaan Singosari 

Kerajaan Singasari merupakan Kerajaan Hindu yang berdiri pada tahun 1222 M. Raja pertamanya adalah Ken Arok yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Kerajaan ini bermula ketika Raja Airlangga, Raja terakhir dari Kerajaan Medang Kamulan membagi dua kerajaan menjadi Kediri dan Jenggala. Hal ini dilakukan untuk menghindari perang saudara. Tumapel merupakan daerah di bawah wilayah kerajaan Kediri. Penguasa Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung, yang memiliki istri bernama Ken Dedes.

Ken Arok seorang rakyat jelata yang kemudian menjadi prajurit Tunggul Ametung, berkeinginan untuk menguasai Tumapel. Ken Arok kemudian membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang dipesan dari Mpu Gandring. Ken Arok kemudian menjadi pengganti Tunggul Ametung dengan dukungan rakyat Tumapel. 

Ken Dedes pun menjadi istri Ken Arok. Ia dimahkotai dengan gelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi. Kemudian, Ken Dedes melahirkan putranya hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang diberi nama Anusapati. Dari selir bernama Ken Umang, Ken Arok memiliki anak bernama Tohjaya. Ken Arok memanfaatkan situasi politik Kediri yang sedang kacau waktu itu, dan bergabung dengan para pendeta. Raja Kediri Kertajaya akhirnya dapat dikalahkan pada tahun 1222.

Sejak itu Kadiri menjadi bagian dari wilayah Singosari. Dalam kitab Pararaton dikisahkan pertempuran berdarah yang terjadi pada keturunan Ken Arok. Anusapati yang kemudian mengetahui bahwa pembunuh ayahnya (Tunggul Ametung) adalah Ken Arok, pada tahun 1227 ia membunuh Ken Arok, dan kemudian menggantikannya menjadi Raja di Kerajaan Singasari. Anusapati memerintah Singasari selama 20 tahun. Tohjaya, putra Ken Arok dari selir bernama Ken Umang kemudian menuntut balas kematian ayahnya. Tohjaya kemudian membunuh Anusapati pada tahun 1248, dan menjadi Raja Singhasari. 

Selama memerintah, Tohjaya mendapat banyak tentangan karena ia hanyalah anak seorang selir yang tidak berhak menduduki singgasana Singasari. Tohjaya hanya memerintah kurang dari setahun karena tewas dalam sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh Ranggawuni anak Anusapati dan Mahesa Cempaka anak Mahesa Wong Ateleng. Selanjutnya, Singosari dipimpin oleh Wisnuwardhana (Ranggawuni) putra Anusapati.

Pada masa kekuasaannya, Ranggawuni bergelar Wisnuwardhana. Perseteruan antar-keluarga dalam Dinasti Rajasa berakhir dengan rekonsiliasi. Wisnuwardhana memerintah bersama sepupunya, Mahesa Cempaka. (Mahesa Cempaka dan Ranggawuni adalah cucu Ken Dedes). Wisnuwardhana memiliki menantu bernama Jayakatwang. Pada tahun 1254, Wisnuwardhana turun takhta dan digantikan oleh putranya, Kertanagara. Wisnuwardhana meninggal pada tahun 1268.

Kertanagara adalah raja terakhir Singosari (1268-1292). Pada tahun 1275, Kertanagara mengirim utusan ke Melayu, dan patungnya sebagai Amoghapasha didirikan di Jambi (1286). Pada tahun 1284 Kertanagara mengadakan ekspedisi ke Bali, dan sejak itu Bali menjadi wilayah Kerajaan Singosari. Pada tahun 1289, Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singosari untuk meminta upeti, tetapi ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara.

Kekuatan Singosari yang terfokus pada persiapan pasukan untuk mengantisipasi balasan Mongol, membuat lengah pertahanan dalam negeri. Akibatnya, kesempatan ini digunakan oleh Jayakatwang memberontak terhadap Singosari. Jayakatwang adalah menantu Wisnuwardhana, yang kurang suka dengan peralihan kekuasaan Singhasari ke tangan Kertanagara. Kertanagara akhirnya meninggal ketika mempertahankan istananya (1292). Pertempuran ini digambarkan jelas dalam Prasasti Kudadu yang ditemukan di lereng Gunung Butak Mojokerto.

6. Kerajaan Majapahit

Informasi tentang kerajaan ini diperoleh melalui beberapa kitab yang di antaranya Pararaton, Kidung, Sundayana, Kakawin Negarakertagama, dan beberapa prasasti. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Didahului oleh Kerajaan Sriwijaya, yang beribukotakan Palembang di Pulau Sumatra. Penguasa Majapahit paling lama adalah Hayam Wuruk yang memerintah dari tahun 1350-1389.

Pendiri Majapahit yaitu Kertarajasa yang merupakan anak menantu penguasa Singhasari. Sesudah Singosari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, kekuasaan Singosari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di Cina dan dia mengirim duta yang menuntut upeti. Kertanagara sebagai penguasa Kerajaan Singosari menolak untuk membayar upeti dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di pantai Jawa tahun 1293. Ketika itu seorang pemberontak dari Kediri, Jayakatwang, sudah membunuh Kertanagara. Pendiri Majapahit bersekutu dengan orang Mongolia melawan Jayakatwang.

Gajah Mada seorang patih dan bupati Majapahit dari 1331 ke 1364, memperluas kekuasaan kerajaan ke pulau sekitarnya. Beberapa tahun sesudah kematian Gajah Mada, angkatan laut Majapahit menduduki Palembang dan menaklukkan daerah terakhir kerajaan Sriwijaya. 


Walaupun penguasa Majapahit melebarkan kekuasaan mereka di tanah seberang di seluruh Nusantara dan membinasakan kerajaan-kerajaan tetangga, fokus mereka kelihatannya hanya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan komersial antarpulau.

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama mulai memasuki Nusantara. Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, tenaga Majapahit berangsur-angsur melemah dan perang suksesi yang mulai dari tahun 1401 dan berlangsung selama empat tahun melemahkan Majapahit. Setelah ini, Majapahit ternyata tak dapat menguasai Nusantara lagi. Sebuah kerajaan baru yang berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka mulai muncul dan menghancurkan hegemoni Majapahit di Nusantara.

Kehancuran Majapahit diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 1500-an meskipun di Jawa ada sebuah khronogram atau candrasengkala yang berbunyi seperti ini: sirna hilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041 = 1400 Saka => 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi (Majapahit)”.

Berikut merupakan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Majapahit:

1) Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1294 – 1309);
2) Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 – 1328);
3) Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 – 1350);
4) Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 – 1389);
5) Wikramawardhana (1389 – 1429);
6) Suhita (1429 – 1447);
7) Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 – 1451);
8) Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 – 1453);
9) Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 – 1466);
10) Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 – 1968);
11) Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 – 1478);
12) Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 – 1498).


0 komentar:

Posting Komentar

Beranda

Kamu Pembaca

Buscar

© naylis's blog, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena